Bukti potong PPh 23 diperlukan bagi mereka yang memiliki usaha di bidang jasa. Jika tidak, maka kita, sebagai penyedia jasa, akan dianggap belum memenuhi kewajiban kita sebagai wajib pajak. Terkadang, kita pernah mengalami pemotongan pajak PPH 23 untuk jasa yang kita berikan, dimana pengguna jasa kita membayarkan pajak tersebut. Seharusnya, kita sebagai pemberi jasa dapat meminta bukti bahwa jasa kita sudah dipotong pajak. Padahal, kita selalu membayar pajak UMKM sebesar 0,5% dari penghasilan kita.
Bagaimana Cara Meminta Bukti Potong PPh 23?
Pajak Penghasilan Pasal 23 ini merupakan bentuk pajak dari penghasilan modal, atau penyerahan jasa yang kita berikan. PPh 23 ini juga berlaku atas hadiah, meskipun sudah dipotong PPh Pasal 21.
Pelaku usaha akan menerima pembayaran jasa mereka dengan biaya yang sudah dipotong oleh pengguna jasa, sesuai dengan PPh 23 tersebut. Pelapor pajak adalah pengguna jasa sehingga pemilik jasa harus meminta bukti potong PPh 23.
Dalam hal ini, penyedia jasa harus proaktif dalam meminta bukti tersebut. Jika tidak, maka penyedia jasa harus mengingatkan pemotong, karena ada jatuh tempo pembayaran pajak yang berlaku selama satu bulan, terhitung sejak pemotongan pajak tersebut.
Bukti potong tersebut ada dua. Rangkap pertama diberikan kepada penyedia jasa. Sedangkan rangkap kedua diberikan sebagai lampiran Online Pajak untuk berkas pajak PPh 23 e-Filing.
Pemotong pajak kini juga harus menyadari kewajibannya yaitu melakukan penghitungan dan juga pembayaran sekaligus pelaporan secara sekaligus. Memang, ketiga tahapan ini sempat dilakukan terpisah. Tetapi saat ini, ketiganya dapat dilakukan bersamaan melalui satu aplikasi saja, yaitu OnlinePajak .
Diskusikan Entitas dengan Pengguna Jasa
Pemotongan PPh 23 berbeda-beda antara entitas jasa. Penyedia dan pengguna jasa harus mendiskusikan hal ini, karena memang pemotongan pajak berbeda, tergantung dari penghasilan perusahaan. Terdapat dua tarif berbeda untuk perusahaan dengan omset diatas dan di bawah Rp4.8 miliar setiap tahun.
Patut diketahui bahwa tarif pajak 0,5% dikenakan untuk penyedia jasa yang memiliki omset dibawah Rp4,8 miliar setiap tahunnya. Biasanya, perusahaan dengan omset dibawah jumlah tersebut akan membayar pajak sendiri dan jasanya tidak dipotong oleh pengguna jasa. Sebaliknya, perusahaan dengan omset diatas Rp4,8 miliar akan dikenakan potongan 2%.
Tetapi, tak jarang pengguna jasa langsung memotong pajak sebesar 2% tanpa memperhatikan jumlah omset penyedia jasa. Padahal, tentu penyedia jasa juga berhak untuk menekankan bahwa perusahaan mereka belum memiliki omset sebesar itu.
Apalagi, jumlah pajak yang dipotong tersebut tidak akan berpengaruh pada kewajiban penyedia jasa untuk membayar PPh Final UMKM 0,5%. Nah, berarti penyedia jasa pasti mengalami kerugian bukan? Selain pendapatan dipotong 2%, nantinya si penyedia jasa masih harus membayar 0,5%.
Untuk itulah, penyedia jasa tidak perlu meminta bukti potong PPh 23. Yang harus dilakukan penyedia jasa adalah meminta Surat Keterangan di kantor pajak yang menerangkan bahwa penyedia jasa merupakan perusahaan dengan omset di bawah Rp4.8 miliar. Dengan demikian, pengguna jasa tidak diperkenankan memotong pembayaran 2%. Penyedia jasa pun akan menerima pembayaran yang sudah dipotong 0,5%
Surat Keterangan Harus Dimiliki
Apakah Anda salah satu dari pelaku UMKM dengan omset dibawah Rp4.8 miliar setiap tahunnya? Tentu, pengurusan Surat Keterangan harus segera dilakukan. Hal ini untuk menghindari kerugian yang akan Anda alami, terutama jika Anda bertransaksi dengan perusahaan besar.
Pastinya, semua pelaku UMKM yang masih baru dan beromset kecil merasa senang dapat bekerja sama dengan perusahaan besar. Tetapi, jika pemilik usaha tidak mengerti tentang perpajakan, maka kerugian akan ditanggung UMKM yang baru berkembang ini.
Ketahui Objek Tarif PPh 23
Objek tarif PPh 23 dibagi menjadi dua, yaitu objek dengan potongan 15% serta objek dengan potongan 2%. Potongan 15% dikenakan pada jumlah bruto untuk dividen, hadiah, serta penghargaan, meskipun telah ada pemotongan PPh pasal 21.
Tetapi, perlu diingat bahwa dividen kepada individu tidak dikenakan potongan 15%, namun hanya akan dikenakan royalti dan bunga. Sedangkan potongan 2% dikenakan pada jumlah bruto dari sewa (bukan sewa tanah/bangunan), dan jasa. Jasa ini mencakup jasa yang terkait dengan konstruksi, konsultan dan manajemen.
Bagaimana jika penyedia jasa tidak memiliki NPWP? Nah, disinilah keuntungan memiliki NPWP. Penyedia jasa yang tidak memiliki NPWP justru akan dipotong tarif PPh Pasal 23 dengan besaran 100% lebih tinggi. Apakah Anda masih bingung dengan metode pemotongan pajak seperti ini. Mari kita simak contoh di bawah ini:
Misalnya, Anda mencoba peruntungan dengan mengikuti sayembara di salah satu stasiun televisi swasta saat siaran langsung MotoGP. Saat Anda berhasil menjawab pertanyaan, Anda akan mendapatkan hadiah sejumlah uang dimana nanti presenter akan berkata, “Jangan lupa nanti dipotong pajak,ya”.
Nah, semisal hadiah uang tunai yang Anda dapatkan adalah Rp1 juta. Jika Anda sudah memiliki NPWP, dan tentu pemberi hadiah pastilah sudah memilikinya, maka nanti hadiah Anda akan dipotong sesuai PPh pasal 23 dengan perhitungan sebagai berikut:
15% x Rp 1.000.000 = Rp 150.000
Siaran langsung itu ditayangkan pada 2 April 2021 dimana Anda akan mendapatkan pembayaran pada 30 April 2021. Perusahaan tersebut akan menyetorkan laporan ke wajib pajak pada 10 Mei 2021, dan perusahaan harus melaporkan paling lambat tanggal 20 Mei 2021. Baik pemberi hadiah ataupun penerima hadiah harus sama-sama melaporkan ke kantor pajak.
Gunakan Aplikasi Supaya Lebih Mudah
Laporan bukti potong PPh 23 dalam bentuk kertas bisa sangat ribet. Terlebih, penyedia jasa yang lalai bisa saja lupa menaruh, atau juga tidak sengaja merusaknya. Untunglah saat ini ada aplikasi bernama e-Bupot yaitu aplikasi bukti potong elektronik wajib pajak. Layanan ini disediakan oleh pemerintah sehingga wajib pajak dapat melakukan semua laporan pajak dengan mudah dan cepat, tanpa harus antri dan menulis isian di kantor pajak.
Aplikasi e-Bupot ini memiliki banyak manfaat. Pertama, wajib pajak dapat membuat bukti pemotongan pajak. Dengan demikian, penyedia jasa dapat dengan mudah meminta bukti dari pengguna jasa. Tidak ada lagi alasan pengguna jasa untuk tidak menyerahkan bukti potong PPh 23 dengan alasan tidak sempat atau hilang dan rusak. Bisnis pun lancar, dan penyedia jasa juga bebas dari segala bentuk penipuan.
e-Bupot juga dapat dimanfaatkan untuk layanan pelaporan pajak. Pemilik usaha dengan omset berapapun tetap harus mengisi SPT PPh Pasal 23. Dengan demikian, transaksi pajak tidak hanya transparan, tetapi juga efektif dan efisien. Satu hal yang paling penting adalah bukti ini tersimpan di sistem cloud milik Ditjen Pajak, dimana wajib pajak dapat mengaksesnya sewaktu-waktu. Jadi, maksimalkan semua fitur yang ada di situs resmi direktorat pajak, termasuk bukti potong PPh 23 sehingga bisnis Anda lancar dan dapat terus menjalin kerjasama dengan pengguna jasa manapun.